Rewrite

Sudah lebih dari 3 tahun saya tidak melakukan pemutakhiran blog. Penyebabnya? Pertama karena kesibukan pekerjaan sebagai controller/accountant untuk area Jawa Bagian Barat, kedua karena kesibukan mengawasi koperasi, ketiga karena asik dengan keluarga, dan keempat karena tenggelam dalam hobi baru berksperimen membuat kostum.

Banyak hal terjadi dalam kurun waktu 3 tahun itu dan saya merasakan ada banyak hal yang tidak bisa saya dapat melalui membaca tulisan, berpikir, atau diajari. Hal-hal tersebut hanya bisa saya peroleh melalui suatu proses yang disebut dengan menjalani (laku) atau mengalami.

Selepas saya turun gunung dari kahyangan lebih dari 3 tahun lalu, banyak pemandangan baru dalam hal akuntansi dan IFRS yang saya dapatkan di marcapada ini. Misalnya bahwa ERP, Internal Control, Human Behavior, sangat berpengaruh pada penerapan IFRS. Namun, pemandangan terindah yang bisa saya dapat adalah, IFRS ternyata tidak sebagus itu. IFRS  merupakan terobosan yang didasari dengan konsep yang baik dan alur berpikir yang logis. Namun aturan atau tatanan berdasar prinsip sangat sulit diejawantahkan, apalagi digunakan untuk mengusung ideologi menciptakan keseragaman dalam menceritakan kisah bisnis seluruh entitas secara global. Sebagai contoh, marilah kita tengok sejenak pengamalan pancasila dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.

Di marcapada, dunia fana tempat para praktisi berjuang hidup. Konflik antara relevance dan reliability sangat terasa sekali dalam penerapan tatanan IFRS.
Saya coba berikan gambaran untuk hal ini, saya kaitkan dengan konsep penyajian jujur, yang mana jujur itu suatu hal kualitatif.
Pada suatu hari, regulator pacuan kuda meminta saya jujur kepada anda untuk mengatakan bahwa kuda pacuan saya mengalami keseleo di kaki kanannya sehingga berpotensi tidak dapat menjadi juara perlombaan seperti sebelum-sebelumnya. Regulator itu juga memaksa saya untuk memberitahu anda, berdasar pengalaman saya selama ini, dengan kondisi kuda salah urat di kaki kanannya, kira-kira kuda saya akan berada di posisi berapa. Perkara nanti ketika dalam putaran ketiga ada indikasi bahwa salah uratnya pulih, saya diharuskan merevisi prediksi saya.

Bagi anda yang akan bertaruh, kejujuran saya sangat bermanfaat. Itu kalau saya jujur. Tapi apakah dengan menunjukkan bukti surat dokter hewan dan kinerja kuda saya 5 tahun ke belakang bisa memperkuat kejujuran saya? Saya bisa saja memanipulasi kondisi 5 tahun terakhir untuk menciptakan ‘kejujuran’ untuk perlombaan ini. Jika setelah perlombaan ini anda tidak lagi percaya dengan saya dan prediksi saya, itu masalah anda. Yang penting saya untung besar dengan kalahnya taruhan anda di perlombaan kali ini. Tapi bisa juga saya ini benar-benar orang jujur, hanya saja saya tidak memiliki kemampuan memprediksi dan tidak memiliki data yang mencukupi. Masalahnya, bagaimana anda bisa memastikan apakah saya orang jujur yang tidak andal atau saya memang bukan orang jujur. Bagaimana cara mengukur (bukan menilai) kejujuran saya?

Secara tradisional, bukti objektif memang lebih mudah digunakan untuk mengukur kejujuran. Namun pandangan tradisional itu saat ini sedang ditinggalkan.

-Jakarta, diketik melalui ponsel pintar, karena wordpress diblokir-

One thought on “Rewrite

  1. Sangat setuju dengan article ini.
    faithful representation disini sangat memerlukan professional judgement. meminta seorang akuntan untuk melakukan professional judgement terhadap hal yang bukan keahliannya tidaklah benar.
    Apabila perlu meng-hire 1 professional khusus untuk judging case-case tertentu juga tidak masuk kedalam prinsip cost-benefit.
    Sangat kontradiktif sebenarnya menurut saya.

Leave a comment